Lompat ke isi utama

west papua

Terusir dan Tak Berdaya: Ekspansi militer mengorbankan nyawa warga sipil

Laporan ini menyuguhkan beberapa pertanyaan terkait penyebaran konflik di West Papua. Laporan ini juga mengidentifikasi faktor pendorong militerisasi, termasuk meningkatnya jumlah pos keamanan dan pangkalan pasukan keamanan, yang memungkinkan akses pada peluang bisnis, peran militer yang semakin besar dalam operasi 'kontra-teror', serta melihat inisiatif-inisiatif terbaru untuk menghentikan konflik.

Surat Terbuka untuk Majelis Hakim PTUN Jayapura

Surat Terbuka ini kami sampaikan demi keadilan untuk pejuang lingkungan hidup, Hendrikus Woro yang berjuang untuk Marga Woro dan Suku Awyu yaitu Penggugat dalam perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Gugatan ini menyangkut izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL).

Laporan Terbaru TAPOL - West Papua 2022: Ada hukum, penangkapan dan kekerasan yang memburuk di balik kata-kata manis Jakarta

Tinta telah mengering. Undang-undang yang membentuk provinsi-provinsi baru di West Papua sudah disahkan lewat klaim Jakarta bahwa pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat Papua. Namun laporan terbaru TAPOL, 'West Papua 2022: Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Berkumpul', kembali menunjukkan adanya peningkatan insiden, termasuk penangkapan, pembubaran, intimidasi, dan pembunuhan karena mengekspresikan perbedaan pendapat. Hal ini menandakan adanya penurunan situasi terkait Kebebasan Berkumpul dan Berekspresi di West Papua. Laporan ini juga menyoroti bahwa "trennya terus memburuk, meski ada inisiatif, janji, dan pendekatan baru dari pemerintah, yang membuktikan bahwa pemerintah tidak aktif bekerja memperbaiki keadaan Kebebasan Berekspresi dan Berkumpul di West Papua".

West Papua 2022 Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Berkumpul Laporan Lengkap

West Papua di tahun 2022 menyaksikan meningkatnya pengekangan terhadap kebebasan berkumpul dan berekspresi, termasuk meningkatnya penangkapan, pembubaran demonstrasi, dan kekerasan, hingga memburuknya situasi terkait orang-orang yang berusaha menegakkan dan membela hak-hak, terutama para pembela hak asasi manusia dan media. Tahun itu juga merupakan tahun yang penuh dengan peristiwa besar yang mengekspos Indonesia: pemekaran Papua yang sudah diantisipasi menjadi beberapa provinsi, pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, dan Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review) terhadap Indonesia di PBB. Sejak tahun 2021, kita telah menyaksikan peningkatan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul di seluruh Indonesia.

Pernyataan TAPOL atas Penyanderaan di Nduga, West Papua

 

Telah sebulan lamanya pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens disandera Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) di Nduga, Papua Pegunungan. Kendati membuat masalah West Papua kembali menjadi sorotan dunia, penyanderaan warga sipil ini patut disayangkan dan tidak bisa dibenarkan berdasarkan norma-norma hak asasi manusia (HAM) dan humaniter internasional.

Perampasan Tanah dengan Dalih Pandemi: Siapa yang Diuntungkan dari Food Estate di West Papua?

Seiring pandemi COVID-19 dimulai pada tahun 2020, Pemerintah Indonesia mengajukan pembangunan ‘Food Estate’: ekspansi besar-besaran lahan pertanian mencakup jutaan hektare di seluruh Indonesia, termasuk West Papua, yang menghasilkan berbagai macam tanaman pangan. Alasan pemerintah yaitu untuk mengantisipasi krisis ketahanan pangan akibat pandemi. Namun, laporan ini menunjukkan bahwa ada motivasi lain.

Siaran Pers: AwasMIFEE! dan TAPOL merilis laporan tentang rencana Food Estate di West Papua

Rencana membangun Food Estate atau Lumbung Pangan dengan dalih menjaga ketahanan pangan di Indonesia diumumkan Pemerintah Indonesia saat awal pandemi Covid-19. Namun sebagaimana AwasMIFEE! dan TAPOL tunjukkan dalam laporan mereka yang terbaru, ‘Perampasan Tanah dengan Dalih Pandemi: Siapa yang Diuntungkan dari Food Estate di West Papua?’, rencana tersebut tampak akan lebih menguntungkan para konglomerat dan oligarki agroindustri yang dekat dengan pejabat tinggi pemerintah.